Ketua DPRD Kota Balikpapan, Alwi Al Qodri, menegaskan komitmen dewan untuk menyelesaikan Perda Disabilitas. Hal ini terungkap saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Wakil Wali Kota, sejumlah OPD, serta perwakilan serikat buruh, Kamis (1/5/2025).
Alwi menyatakan naskah perda tersebut telah diajukan sejak satu tahun lalu. Namun, hingga kini belum ada kejelasan progresnya. Untuk itu, dewan akan berkomunikasi dengan pihak terkait untuk mempercepat penyusunan regulasi ini.
“Kita tidak bisa menunggu terus. Ini menyangkut hak warga penyandang disabilitas,” tegasnya.
Masih dalam kesemapatan yang sama, politisi Golkar itu menyayangkan absennya Kepala BPJS Kesehatan.
“Kita akan jadwalkan ulang RDP dengan BPJS Kesehatan. Kepala BPJS harus hadir dan menjawab langsung, agar persoalan tidak berlarut-larut,” ujarnya.
Dalam forum itu, DPRD turut menyoroti persoalan ketenagakerjaan, termasuk data tenaga kerja asing (TKA) yang belum jelas. Alwi meminta agar dalam RDP selanjutnya turut menghadirkan Imigrasi. Tujuannya untuk memastikan data jumlah TKA dan perusahaan pengguna.
Kejelasan data ini, menurutnya, sangat penting untuk menghindari simpang siur informasi.
“Kita butuh data konkret, bukan sekadar asumsi,” kata Alwi dengan penekanan.
RDP pada hari itu turut menampung keluhan masyarakat terkait penambahan seragam sekolah. Alwi menekankan agar tidak ada oknum sekolah yang membebani orang tua.
“Pemerintah sudah siapkan tiga stel seragam. Jangan ada pungutan tambahan,” serunya.
Sebagai tindak lanjut, Alwi meminta Dinas Pendidikan segera menindaklanjuti laporan mengenai seragam sekolah. Tujuannya untuk menghindari terulangnya praktik serupa pada masa mendatang.
Serikat Pekerja Sampaikan Petisi Berisi Ragam Isu Ketenagakerjaan
Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi SPSB Balikpapan, Budi Satria, menyerahkan petisi yang memuat berbagai isu ketenagakerjaan. Forum ini, kata dia, menjadi wadah tepat untuk menjalin komunikasi antarserikat.
Budi mengusulkan pentingnya pembentukan LKS Bipartit di setiap perusahaan, sebagai sarana menyatukan persepsi antara pekerja, pemberi kerja, dan pemerintah. Sebab, lemahnya komunikasi antar pemangku kepentingan menjadi akar berbagai masalah ketenagakerjaan.
“Seringkali masalah muncul karena aturan tidak dipahami atau ditafsirkan berbeda. Semua pihak harus punya pemahaman yang sama,” ucapnya.
Serikat pekerja itu juga menyinggung ketidaksiapan tenaga kerja lokal dalam memenuhi kebutuhan proyek besar. Proyek semacam RDMP umumnya memerlukan tenaga kerja bersertifikasi, terutama untuk posisi welder dan pipe fitter.
Budi berharap pemerintah, pengusaha, dan pekerja dapat menyelesaikan persoalan secara terbuka dan bertahap.
“Butuh komitmen bersama agar semua bisa berjalan transparan,” singkatnya.