Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Kalimantan Timur mencatat adanya peningkatan opini kualitas layanan publik oleh Pemerintah kabupaten/kota se-Kaltim dalam kurun 2024. Termasuk pelayanan publik yang diselengarakan Pemerintah Provinsi Kaltim.
Hal tersebut terungkap dalam acara penyerahan Hasil Penilaian Kepatuhan Penyelenggaraan Pelayanan Publik Tahun 2024 yang berlangsung di Samarinda, Selasa (10/11/2024).
Pjs Kepala Perwakilan Ombudsman Kaltim, Dwi Farisa Putra Wibowo, memaparkan pihaknya telah melakukan observasi sejak Mei sampai Oktober 2024. Langkah tersebut meliputi monitoring dan pengambilan data yang mencakup 55 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di 10 Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi.
Sepanjang kurun waktu tersebut, tim penilai kepatuhan menguji 10 produk layanan administrasi dan jasa di Pemerintah Provinsi Kaltim. Kemudian 120 produk layanan administrasi dan jasa di 10 Pemerintah Kabupaten/Kota.
Selain itu, kata Dwi, tim penilai juga meng-assessment ratusan pejabat penyelenggara layanan publik dan lebih dari 500 pengguna layanan publik.
Hasilnya, Pemprov Kaltim tergolong dalam zona hijau dengan 85.77 poin. Selanjutnya, 9 dari 10 Pemerintah Kabupaten/Kota 9 masuk zona hijau, sementara sisanya zona kuning.
“Tiga peringkat tertinggi yakni, Pemerintah Kota Balikpapan (95,57), Kutai Kartanegara (94,46) dan Samarinda (93,47),” terang Dwi.
Sejumlah Catatan Khusus Ombudsman Soal Penyelenggaran Pelayanan Publik di Kaltim
Meski demikian, tren ini bukan berarti tanpa catatan penting. Pertama, Ombudsman masih mendapati adanya pejabat penyelenggara layanan publik yang belum sepenuhnya memahami standar-standar pelayanan publik.
Ombudsman juga menemukan minimnya sarana dan prasaran serta pelayanan khusus bagi kelompok rentan. Rendahnya wawasan tentang maladministrasi, jaminan keamanan dan keselamatan, serta. pengawasan internal dari atasan langsung.
“Juga masih terdapat sejumlah daerah tidak memiliki standar pelayanan yang menyediakan informasi secara elektronik,” sambungnya.
Bahkan, pelayanan publik di beberapa daerah tidak menyediakan informasi tentang persyaratan, jangka waktu, prosedur dan biaya. Selain itu penyantuman visi, misi, moto, atribut petugas dan tidak mempublikasi maklumat layanan.
Kemudian, Dwi mengungkap masih adanya persepsi masyarakat tentang pelayanan lamban dan prosedur yang tidak jelas.
“Ada juga sejumlah layanan di daerah yang meminta imbalan dan petugas layanan tidak kompeten dan tidak ramah,” imbuh dia.
Sebagai catatan terakhir, Ombudsman turut mendapati sejumlah penyelenggara pelayanan tidak melakukan pembinaan terhadap bidang atau petugas pengaduan atau keluhan masyarakat. Bahkan parahnya lagi, sejumlah OPD tidak memiliki pengelolaan pengaduan dan keluhan.