Indikasi praktik pungutan liar (pungli) berkedok seremoni sekolah, berwujud wisuda, maupun perpisahan siswa dan sejenisnya, rupanya bukan isapan jempol belaka.
Hasil Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS) oleh Ombudsman RI (ORI) Perwakilan Kalimantan Timur (Kaltim) baru-baru ini, memperkuat adanya praktik tersebut. Investigasi ini merupakan tindak lanjut atas maraknya aduan orangtua peserta didik mengenai pungutan sekolah untuk kegiatan wisuda dan perpisahan.
ORI Kaltim kemudian melakukan pemeriksaan ke 10 Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK) di wilayah Kaltim. Hasilnya, ORI mendapati beberapa sekolah memberlakukan pungutan yang bersifat wajib untuk kegiatan seremonial, sehingga membebani orangtua peserta didik. Mirisnya, komite sekolah justru memuluskan praktik tidak sah tersebut.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan dan investigasi, Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Timur menemukan bahwa sejumlah satuan pendidikan menengah negeri di wilayah Provinsi Kalimantan Timur melakukan praktik penggalangan dana melalui komite sekolah dengan cara yang tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” demikian bunyi keterangan resmi ORI Kaltim, Senin (5/5/2025).
Lebih lanjut, ORI menguraikan bahwa praktik ini melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Aturan tersebut secara tegas melarang komite memungut dana dari peserta didik atau wali murid.
Praktik ini juga melanggar Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Nomor 14 Tahun 2023. Ketentuan ini melarang adanya pungutan untuk kegiatan seremonial di semua jenjang pendidikan. Termasuk, Surat Edaran Gubernur Kaltim Nomor 400.3.1/775/2024 yang melarang praktik serupa di tingkat SMA, SMK, dan SLB.
Sederet Rekomendasi ORI Kepada Pemprov Kaltim Demi Cegah Praktik Pungutan Tidak Sah
Sebagai bentuk koreksi, ORI merekomendasikan Pemprov Kaltim segera menyusun draf Peraturan Gubernur mengenai larangan pungutan di seluruh satuan pendidikan. Selain itu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan juga harus menerbitkan surat edaran tahunan dan kanal pengaduan resmi.
Rekomendasi-rekomendasi ini tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang secara resmi diserahkan kepada Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, Rabu (30/4/2025).
“Langkah ini bertujuan mencegah praktik serupa sejak awal tahun ajaran,” sambung Kepala Perwakilan ORI Kalimantan Timur, Mulyadin dalam keterangannya.
ORI berharap, laporan ini tidak hanya berhenti pada evaluasi. Penting bagi Pemprov Kaltim menindaklanjuti temuan tersebut demi menjaga kepercayaan publik. Sehingga dapat menciptakan tata kelola pendidikan yang lebih baik dan berkeadilan.
“Kami mengapresiasi program pendidikan yang telah berjalan, tapi pengawasan harus diperkuat,” pesan Mulyadin.