Sebagian warga Kelurahan Margasari, Balikpapan Barat menyoal pengelolaan Gazebo di RT 29 Kampung Atas Air.
Warga Balikpapan Barat, khususnya di wilayah Margasari, acap menggunakan fasilitas tersebut untuk acara pertemuan, bahkan resepsi pernikahan. Namun, belakangan pengelolaan fasilitas yang sudah berdiri sejak menahun tersebut tidak jelas.
Fakta itu terungkap saat reses Ketua DPRD Balikpapan, Alwi Al Qadri, yang berlangsung Selasa (21/10/2025). Sejumlah warga yang menghadiri agenda serap aspirasi malam itu mempertanyakan pengenaan tarif pemanfaatannya sebesar Rp1,2 Juta per acara atau kegiatan.
Lebih menjadi sorotan yakni biaya pemanfaatan gazebo rupanya mengalir ke rekening pribadi oknum aparatur sipil negara (ASN).
“Gazebo ini memang bantuan dari pemerintah pusat. Mestinya sekarang bisa dikelola secara mandiri oleh pemerintah daerah. Tapi faktanya, sudah bertahun-tahun dikelola secara pribadi,” terang Alwi.
Menyikapi hal itu, ketua dewan mendesak Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) untuk menelusuri status fasilitas tersebut. Dengan begitu, Alwi berharap pengelolaan aset ke depannya akan menjadi lebih tertata, terlebih mampu menambah pemasukan daerah melalui retribusi.
Ketidakjelasan Status Buka Celah Penyimpangan Tata Kelola Aset
Namun, menurut informasi yang ia terima, status Gazebo di kampung atas air itu belum beralih ke pemerintah daerah. Padahal, beberapa tahun lalu, Alwi sempat menyalurkan dana aspirasinya untuk perbaikan fasilitas tersebut.

“Gazebo ini dulu saya bantu perbaikannya pakai dana aspirasi. Sekarang, saya reses di sini dipungut biaya. Saya tetap bayar demi profesionalitas. Tapi saya minta BKAD segera ambil alih pengelolaannya di bawah pemerintah daerah,” desaknya.
Ketidakjelasan status ini tentu membuka celah praktik penyimpangan dalam tata kelola gazebo. Penarikan biaya oleh oknum tertentu mengindikasikan adanya pelanggaran pidana.
Alwi tidak ingin praktik ini terus terjadi karena berpotensi merugikan keuangan daerah dan mencederai kepercayaan publik.
“Ini sudah masuk ranah pungutan liar, bahkan bisa mengarah ke tipikor (tindak pidana korupsi). Ini harus jadi catatan. Praktik seperti ini tidak boleh terjadi lagi,” tegasnya.
Alwi menekankan agar pengelolaan seluruh aset, sekalipun yang bersumber dari bantuan pemerintah pusat, dapat terkelola secara transparan dan akuntabel.
“Praktik seperti ini jelas melanggar hukum. Juga merugikan karena mengurangi retribusi. Karena aset seperti ini tentunya berpotensi menjadi penyumbang PAD (pendapatan asli daerah),” pungkas Alwi.














