BeritaEkonomi dan Bisnis

Berhasil Tekan PMK, DPKH Kaltim Tetap Perketat Perlintasan Hewan Ternak

×

Berhasil Tekan PMK, DPKH Kaltim Tetap Perketat Perlintasan Hewan Ternak

Sebarkan artikel ini
Ternak sapi rentan terserang PMK. (Ilustrasi: ist)

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Provinsi Kalimantan Timur terus memperketat pengawasan lalu lintas hewan ternak demi meminimalisir risiko PMK.

Saat ini, Kaltim masih cukup bergantung oleh pasokan ternak hidup maupun daging beku dari luar daerah. Sekitar 70 persen kebutuhan komoditas ini masih dipasok dari luar wilayah.

Mencermati data tersebut, risiko penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang rentan dialami hewan ternak, ke daerah ini terbilang tinggi. Untuk itu, DPKH mengimbau warga, terkhusus kalangan peternak untuk pro aktif melapor ketika menemukan gejala PMK di lingkungannya.

“Masyarakat bisa menjadi mata-mata kami. Jika ada tanda-tanda PMK, segera laporkan agar petugas dapat melakukan penanganan dengan cepat,” jelas Kepala Bidang Kesehatan Hewan DPKH Kaltim, drh. Dyah Anggraini, Sabtu (25/1/2025).

Pemerintah melalui DPKH sampai dengan Oktober 2024 cukup berhasil menekan risiko tersebut. Memasuki awal tahun 2025, DPKH memastikan belum menerima laporan baru terkait penularan PMK pada ternak.

Alhamdulillah, kasus PMK di Kaltim dapat dihentikan. Kami berharap situasi ini dapat terus dipertahankan,” sambung Dyah.

Ia turut mengingatkan kembali para peternak terkait dengan sejumlah gejala umum PMK pada ternak. Semisal, terdapat luka di bagian mulut dan kuku ternak.

Menurutnya, pelaporan yang cepat membuka peluang untuk langkah penanganan segera. Meski dapat disembuhkan, PMK berpotensi menurunkan produktivitas ternak karena menyerang organ reproduksi, terutama pada ternak sapi perah.

Dyah melanjutkan, PMK memiliki tingkat mortalitas rendah pada ternak dewasa, tetapi daya tularnya mencapai 100 persen. Pada anak ternak, tingkat kematian akibat PMK dapat mencapai 50 persen.

Namun demikian, PMK bukanlah penyakit zoonosis atau penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia.

“Semakin cepat melapor, semakin cepat penanganannya. Sehingga dapat meminimalisir dampak produktivitas dan reproduksi ternak,” tuturnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *