Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin dampak penurunan Purchasing Manager Index (PMI) Indonesia segera diantisipasi.
Ia menginstruksikan para Menteri terkait untuk mengidentifikasi sumber masalah yang memicu merosotnya indeks manajer pembelian. Padahal, PMI Indonesia sempat menunjukan kondisi ekspansi selama 34 bulan berturut-turut.
“Penurunan PMI ini saya lihat sudah terjadi sejak 4 bulan terakhir. Kenapa permintaan domestik bisa melemah,” ucap Jokowi saat sidang kabinet paripurna di Istana Garuda, Nusantara, Senin (12/8/2024).
Menurut Presiden, angka PMI Indonesia berada di level 49,3. Sedangkan komponen yang mengalami penurunan paling drastis terjadi pada sektor produksi yaitu minus 2,6. Kemudian pesanan baru atau order baru minus 1,7, dan employment minus 1,4.
PMI merupakan indikator perekonomian suatu negara. Angka PMI diperoleh melalui survei terhadap aktivitas para purchasing manager atau manajer pembelian dari berbagai sektor bisnis.
Hasilnya mengindikasikan seberapa optimis pelaku sektor bisnis terhadap kondisi perekonomian. Penurunan indeks bisa juga diartikan sebagai kondisi pelemahan permintaan konsumen.
Penyebabnya, bisa karena kondisi ekonomi, kebijakan PHK yang berujung pada penutupan pabrik maupun penurunan output.
Umumnya para investor maupun analis menaruh perhatian terhadap PMI manufaktur. Patokan indeksnya sederhana, yakni 50.
Jika indeks menunjukan angka di atas 50, maka dapat dikatakan bahwa sektor manufaktur Indonesia sedang mengalami ekspansi atau pertumbuhan. Sebaliknya, ketika dibawah patokan tersebut, maka sektor manufaktur Indonesia mengalami kontraksi atau perlambatan.
Mengamati kondisi ini, Jokowi turut menekankan pentingnya belanja produk lokal. Kemudahan mendapat bahan baku lokal dan perlindungan terhadap industri dalam negeri.
Untuk mengatasi perlambatan ekonomi dari mitra dagang, ia mendorong agar Indonesia mencari pasar ekspor baru.
“Kita harus bisa mencari potensi pasar baru ekspor,” tuturnya.