Berita UtamaPolitik

Soal Potensi Pemangkasan DBH: Syafruddin Bela Hak Kaltim

×

Soal Potensi Pemangkasan DBH: Syafruddin Bela Hak Kaltim

Sebarkan artikel ini
Anggota DPR RI dapil Kalimantan Timur, Syafruddin, memperjuangkan agar rasionalisasi TKD dari pusat tidak berimbas pada besaran DBH Kaltim. (foto: ist/net)

Anggota DPR RI, Syafruddin, mengupayakan langkah-langkah politis agar rasionalisasi Transfer ke Daerah (TKD) tahun 2026 tetap dapat mengakomadasi kepentingan daerah. Pemerintah Pusat telah berencana menurunkan TKD dari Rp800 triliun pada tahun 2025 menjadi Rp693 triliun di tahun 2026.

“Kalau catatan saya, TKD tahun 2025 itu Rp919 triliun dan dirasionalisasi jadi Rp800 triliun. Sementara tahun 2026 semula turun ke Rp650 triliun, namun oleh Pak Purbaya dinaikan jadi Rp693 triliun. Berarti pengurangannya sekitar Rp100 triliun,” urai Syafruddin, Selasa (7/10/2025) di Balikpapan.

Ia agak menyambut baik bahwa penurunan tidak terlalu dalam, meski hal itu belum sepenuhnya menjawab kekhawatiran mengenai besaran Dana Bagi Hasil (DBH) ke daerah. Rasionalisasi TKD besar kemungkinan berdampak pada jumlah DBH.

Maka dari itu, Syafruddin menyuarakan agar pemerintah pusat tidak menjadikan DBH sebagai objek utama efisiensi. Terlebih komponen ini sebenarnya juga bersumber dari kegiatan eksploitasi kekayaan alam daerah.

“Dana bagi hasil itu hak daerah penghasil, termasuk di antaranya Kalimantan Timur. Jangan sampai dikurangi, karena DBH juga menjadi bagian dari batang tubuh APBD,” tegasnya.

Lebih Bagus Pemerintah Merasionalisasi DAU atau DAK

Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR itu turut menyarankan agar pemerintah mengurangi komponen selain DBH, jika tetap harus merasionalisasi TKD. Semisal, Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Alokasi Khusus (DAK).

“Kalau pun mau dikurangi, ya cukup DAK saja. Atau DAU di-nolkan juga tidak apa-apa. Tapi DBH jangan disentuh,” tegas legislator asal Kalimantan Timur itu.

Saran ini, menurut Syafruddin lebih rasional, mengingat peran vital DBH dalam postur pendapatan daerah. Pemangkasan tentunya berdampak terhadap kemampuan fiskal daerah dalam membiayai pembangunan infrastruktur maupun pelayanan publik.

“Kalau DBH dikurangi, otomatis nomenklatur pendapatan daerah menurun dan program strategis bisa terganggu,” katanya.

Syafruddin turut mengingatkan bahwa DBH adalah bentuk penghargaan kepada daerah penghasil yang telah berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional.

“Kami akan terus berjuang agar DBH tidak dikurangi. Ini soal keadilan bagi daerah penghasil,” lugasnya.

Namun begitu, Syafruddin memastikan potensi pemangkasan DBH baru sebatas spekulasi, mengingat belumnya terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai hal itu.

“Sampai hari ini belum jelas daerah A, B, atau C dapat berapa. Karena PMK tentang DBH belum keluar. Sekarang ini baru asumsi-asumsi saja. Faktanya nanti setelah PMK resmi terbit. Mungkin beberapa minggu ke depan sudah ada kejelasan,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan