Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Gunung Sari Ulu memfokuskan pencegahan stunting pada periode 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Yakni, fase sejak pembentukan janin, pasca kelahiran, hingga usia dua tahun atau bayi di bawah tiga tahun (batita).
Kepala Puskesmas Gunung Sari Ulu, drg. Niken Giri Wardhani, menyebut 1.000 HPK sebagai fase paling menentukan dalam pertumbuhan anak. Dengan demikian, perbaikan gizi dan tumbuh kembang paling efektif dilakukan sebelum anak memasuki usia dua tahun.
Niken menegaskan, bayi lima tahun ke bawah (balita) merupakan kelompok yang wajib mendapat pemantauan. Namun, periode terbaik untuk intervensi, justru berada pada 1.000 HPK.
Ia mengakui faktor pemicu problem gizi pada fase tersebut terbilang sangat kompleks. Sehingga perlu mendapat perhatian secara berkesinambungan. “Kita utamakan anak di bawah dua tahun karena pada fase itu rentan mengalami masalah gizi kompleks,” ujarnya, Senin (17/11/2025).
Lebih lanjut, Niken mengemukakan problem gizi yang terjadi pada anak setelah fase HPK lebih terdorong oleh faktor sebelumnya. Karena itu, pencegahan menjadi prioritas utama sebelum munculnya kasus. “Penanganan stunting itu, kalau sudah sampai di fase anak, berarti sudah muncul. Jadi sebelum fase itu kita utamakan pencegahan,” jelasnya.
Langkah pemantauan sampai dengan anak berusia lima tahun untuk memastikan tidak ada gejala lanjutan. Dalam hal ini, Puskesmas melakukan skrining ke sekolah-sekolah untuk menilai status gizi anak usia lima tahun ke atas. Sehingga, potensi masalah dapat diidentifikasi sedini mungkin. “Kalau ada gejala, kita langsung lakukan penanganan lanjut supaya tidak terjadi komplikasi,” sambungnya.
Niken menambahkan, seiring dengan pengawasan gizi, pihaknya turut mengedepankan edukasi kepada masyarakat di wilayah Gunung Sari Ulu, Balikpapan Tengah. Mulai dari remaja, calon pengantin (catin), ibu hamil, ibu menyusui hingga balita dan anak sekolah.
“Siklus-siklus kehidupan itu masuk dalam pemantauan kita,” tuturnya.














