Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mengingatkan penanganan demonstrasi oleh aparat kepolisian bukanlah sekadar tugas pengamanan. Melainkan pelayanan publik yang harus memenuhi standar.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kaltim, Mulyadin, menyatakan bahwa kepolisian wajib menerapkan pendekatan humanis, persuasif, dan non-intimidatif.
“Pengamanan demonstrasi atau unjuk rasa dan penerimaan aspirasi adalah bentuk pelayanan publik. Maladministrasi, seperti penyimpangan prosedur atau diskriminasi, tidak boleh terjadi,” lugasnya menanggapi gelombang aksi unjuk rasa di berbagai daerah, terutama Kaltim akhir-akhir ini pada Senin (1/9/2025).
Mulyadin menambahkan, segala bentuk tindakan yang melanggar prosedur atau menimbulkan konflik adalah kegagalan dalam memberikan pelayanan prima. Karena itu, Ombudsman mengimbau para wakil rakyat di DPRD Kabupaten/Kota maupun DPRD Provinsi untuk menunjukkan responsivitas nyata.
Mereka wajib turun langsung menemui para demonstran dan menerima aspirasi tanpa memberikan pernyataan yang bisa memprovokasi kemarahan publik.
“Menerima aspirasi adalah bentuk pengelolaan ketidakpuasan publik. Ini bukan pilihan, melainkan kewajiban,” sambungnya.
Ombudsman juga mengingatkan masyarakat untuk bertanggung jawab. Penyampaian Aspirasi harus berjalan tertib dan damai, tanpa merusak fasilitas umum.
“Fasilitas umum adalah aset publik yang dibangun dari pajak kita sendiri. Merusaknya sama saja merugikan diri sendiri dan seluruh masyarakat,” pesan Mulyadin.
Menyikapi kondisi akhir-akhir ini, Ombudsman RI Kaltim menegaskan tetap mengawasi jalannya pelayanan publik. Ombudsman akan menindaklanjuti pelanggaran prosed maupun indikasikan maladministrasi secara tegas demi memastikan hak-hak masyarakat terpenuhi.