BeritaKesehatan

Puskesmas Gunung Sari Ulu Soroti Pentingnya Pembinaan Pasca Program PMT

×

Puskesmas Gunung Sari Ulu Soroti Pentingnya Pembinaan Pasca Program PMT

Sebarkan artikel ini
Kader kesehatan menyalurkan PMT kepada warga bermasalah gizi di Gunung Sari Ulu. (foto: ist/pkmgsu)

Pendampingan dan pembinaan lanjutan menjadi faktor penentu keberhasilan program pemberian makanan tambahan (PMT) bagi ibu hamil dan bayi. Unit Pelaksana Teknis Daerah Pusat Kesehatan Masyarakat (UPTD Puskesmas) Gunung Sari Ulu seringkali menemukan problem gizi kembali terjadi pasca PMT.

Kepala Puskesmas Gunung Sari Ulu, drg. Niken Giri Wardhani, menekankan agar PMT tidak sekadar meningkatkan nutrisi ibu atau bayi. Melainkan juga diiringi dengan edukasi mengenai pemahaman tentang pentingnya asupan gizi dan pola asuh yang tepat. 

“Kita berharap setelah PMT, masyarakat memahami pentingnya asupan gizi. Sehingga bayi mendapat pola asuh yang tepat. Dan orangtua terbiasa menerapkan pola asuh yang tepat,” jelasnya, Sabtu (6/12/2025).

Niken menyebut, banyak kasus menunjukkan berat badan anak kembali turun setelah program PMT berakhir. Tidak adanya pendampingan lanjutan menjadi salah satu faktor pendorong munculnya kondisi tersebut.

“Jadi yang paling penting juga langkah lanjut setelah pelaksanaan PMT. Karena banyak kasus yang terjadi itu setelah dapat PMT, berat badan anak kembali lagi,” tuturnya.

Untuk menjaga keberlanjutan pembinaan, Puskesmas Gunung Sari Ulu harus mengoptimakan kerjasama lintas sektor. “Untungnya selama ini kita punya mitra lintas sektor. Kebetulan kita kemarin diajak kerja sama dengan kelurahan untuk melakukan pembinaan,” imbuhnya.

Dengan dukungan kelurahan, kader kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Gunung Sari Ulu dapat memantau pola asuh keluarga secara rutin. “Di kelurahan itu ada anggaran buat kader melakukan pembinaan terhadap pola asuh orang tua. Jadi kita bisa ikut memantau. Di sinilah kerja sama lintas sektor itu hadir. Ya memang tidak mudah. Tapi kita harus hadir di situ,” jelasnya.

Pengalaman lapangan itu, menurut Niken, menjadi pengingat bahwa peningkatan gizi tidak bisa hanya menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan. “Dari pengalaman itu, kita ingin membangun kesadaran bersama. Bahwa kesehatan itu bukan hanya menjadi tanggung jawab puskesmas saja,” tuturnya.

Tinggalkan Balasan