Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan pentingnya memahami faktor pemicu angka deflasi nasional yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Menurutnya, lebih penting kondisi tersebut tetap terkendali.
“Coba dicek betul, deflasi itu karena penurunan harga-harga barang, pasokannya, distribusinya, atau karena memang daya beli yang berkurang?,” kata Jokowi, di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Minggu (6/10/2024).
Pengendalian tren deflasi maupun inflasi menjadi langkah krusial demi menjaga stabilitas harga dan kesinambungan rantai distribusi. Ia lebih menekankan stabilitas dari sisi harga maupun produksi.
“Deflasi maupun inflasi, dua-duanya harus dikendalikan, tidak merugikan produsen, juga dari sisi konsumen,” pesannya.
Menurut Jokowi, level inflasi nasional 1,8 persen (year on year) saat ini masih menunjukan situasi cukup baik. Namun demikian, perlu langkah-langkah antispatif agar angka tersebut tidak terlalu rendah.
“Perlu pengendalian, keseimbangan. Jangan sampai terlalu rendah juga supaya produsen tidak dirugikan, supaya petani yang berproduksi tidak dirugikan,” demikian Jokowi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Moga Simatupang, mengindikasi sejumlah faktor pendorong deflasi. Kemungkinan pertama terkait lemahnya tingkat permintaan pasar global seiring penurunan jumlah ekspor beberapa komoditas.
“Memang demand pasar global sedang menurun karena ada konflik global. Ekspor beberapa produk kita terjadi penurunan,” terang Moga, melansir CNBC Indonesia, Senin (7/10/2024).
Kondisi tersebut, tentu akan melemahkan tingkat produksi hingga mempengaruhi daya beli masyarakat.
“Industri ini kan agak berkurang produksinya. Dampaknya terjadi PHK atau pengurangan jam kerja hingga ke daya beli,” tuturnya.
Balikpapan Justru Mengalami Inflasi Usai Deflasi Dua Bulan Berturut-turut
Sebaliknya, Bank Indonesia (BI) justru mendapati tren inflasi 0,1 persen (month on month) di Kota Balikpapan pada periode September 2024. Padahal wilayah ini sebelumnya sempat mengalami deflasi dalam dua bulan berturut-berturut.
Kondisi ini menekan inflasi tahunan kota Balikpapan ke level 2,31 persen (yoy). Atau lebih tinggi dari angka inflasi nasional tahunan (1,84 persen) dan gabungan 4 kota di Kalimantan Timur (2,16 persen).
Menurut rilis BI, penurunan produksi sejumlah komoditas sayur mayur menjadi penekan utama angka inflasi Balikpapan pada periode September. Melemahnya tingkat produksi ini berpengaruh pada jumlah pasokan hingga ketersediaan komoditas di pasaran.
Hampir bersamaan dengan itu, kenaikan harga pada komoditas udang basah dan ikan layang akibat pengaruh cuaca turut mendorong inflasi. Sedangkan penurunan harga komoditas cabai, daging ayam, dan bahan bakar turut menjadi faktor yang menahan laju inflasi.
BACA JUGA:
Inflasi Per September Capai 2,16 Persen, IHK di Kaltim juga Meningkat